Rakyat Wadas: Kebebasan yang Dikebiri

Dipembukaan tahun 2022 ini kita disajikan pertunjukan unik yang ada di Indonesia, tepatnya di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. Dimana warga Wadas yang melakukan penolakan terhadap penambangan batuan andesit untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak 2016. Penolakan tersebut kerap mendapatkan tekanan dari apparat kepolisian.

Mengutip dari CNN Indonesia, pada selasa (8/1) kemarin, ribuan aparat kepolisian degan senjata lengkap dikerahkan untuk menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan. Penduduk Desa Wadas yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini berjumlah 64 orang. Beberapa diantaranya merupakan anak-anak dan orang-orang lanjut usia.

Kejadian yang amat memprihatinkan di negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Saya tidak gelisah terhadap apa yang terjadi di negeri ini, saya tidak mempertanyakan bagaimana para abdi negara, aparat penegak hukum mengimplementasikan demokrasi dalam lingkup kewenangannya, tentu dari kalian para pembaca sudah memahami betul entitas demokrasi dan pengaplikasiannya secara utuh apalagi sempurna. Karena, menilisik suatu fakta bahwasannya, bangsa mendahului negara, yang artinya konstruksi dasar negara harus dibuat sekoheren mungkin dengan berkaca pada diri suatu bangsa serta mendarah daging. Saya tidak akan menyalahkan para arsitek negara, yang menempatkan nilai demokrasi kedalam salah satu falsafah dasar Pancasila. Tepatnya dalam sila yang ke-empat.

Dengan tulisan yang mungkin bisa selesai dibaca hanya seperminuman kopi saja ini, saya mengajak pembaca berpikir untuk merenungi kembali esensi dari demokrasi itu sendiri.

Secara sederhana, demokrasi adalah pemerintah menjalankan apa yang dikatakan oleh rakyat.

Demokrasi adalah kedaulatan berada di tangan rakyat, maka pertimbangan individu yang kolektif atau dalam bentuk real-nya dapat berupa opini publik adalah otoritas sesungguhnya dalam demokrasi. Aparat penegak hukum atau pemerintah sekalipun tidak akan dapat membatasi opini yang dibangun dari pengalaman serta kejadian dalam kehidupan manusia yang bebas.

Namun, pada kenyataanya ruang-ruang publik tidak hanya dibatasi, aspirasi rakyat serupa hama yang seakan wajib diberantas, dengan berbondong-bondong mereka membawa senapan dan senjata tajam, menangkap pikiran-pikiran yang tidak sejalan dengan pemerintah dengan dalih “Demi mewujudkan tatanan yang lebih baik.” Katanya.

Apakah pemerintah masih dilema untuk menemukan gambaran umum demokrasi, atau bagaimana tafsir kita tentang kebebasan ?

Yang pertama, rakyat menginginkan kebebasan, sehingga memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk menciptakan kebebasan di tengah masyarakat yang ‘chaos’ karena kebebasan itu sendiri (yang dianggap kebablasan). Kenyataan pertama ini adalah latar belakang berdirinya sebuah pemerintah fasis-totalitarian, yaitu karena rakyat yang otoriter.

Yang kedua, pemerintah diberi kewenangan, lalu pemerintah mengebiri kebebasan rakyat. Negara kemudian menjadi alat yang membatasi kebebasan rakyat. Hingga rakyat memberontak, menentang kekuasaan dan menginginkan penghapusan atas negara yang otomatis melenyapkan keberadaan pemerintah. Kenyataan kedua ini adalah latar belakang munculnya semangat anarki yang memantapkan ide-ide anarkisme dalam pandangan Bakunin.

Di sisi lain, pilihan yang dianggap sebagai jalan keluar, yaitu pemerintah dipercaya untuk memegang kekuasaan, diberi kewenangan oleh rakyat berupa kebebasan untuk memberikan pelayanan ketatanegaraan demi mewujudkan cita-cita kesejahteraan untuk sang pemberi wewenang. Proses tersebut yang kemudian dipahami sebagai demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat dan dijalankan oleh pemerintah.

Mempertalikan ungkapan-ungkapan diatas, idealnya demokrasi adalah kekuasaan rakyat dan menolak otoritarian. Namun kenyatan dunia modern ketika prinsip-prinsip kebebasan tersebut ‘tereduksi’ oleh kompleksnya persoalan rakyat. Maka yang muncul sebagai kebebasan adalah mungkin ‘otoritarian’ itu sendiri.

Apakah dapat disimpulkan bahwa rakyat yang bebas adalah rakyat yang otoriter, sementara pemerintah yang otoriter adalah pemerintah yang bebas ?

Jadi, kita hidup berdampingan dengan demokrasi dengan rakyat yang otoriter atau pemerintah yang bebas ?

Mungkin kita bisa mengakomodasi demokrasi antara freedom dan otoritarian untuk mencapai kata demokrasi yang ideal.

Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimanakah demokrasi ideal dalam masyarakat yang menuntut kebebasan, sementara kebebasan dapat mendorong mereka menjadi otoriter? Sebaliknya, pemerintah memiliki kekuasaan yang datang dari  rakyat itu sendiri, namun tugas ‘memerintah’ sesungguhnya membatasi kebebasan rakyat.

Jelas tidak mungkin, pemerintah mengacu paham kebebasan dari kenyataan pertama, bahwa kebebasan diserahkan pada rakyat yang otoriter, menengahi dari ungkapan-ungkapan diatas bahwasanya untuk dapat mencapai demokrasi yang ideal, pemerintah haruslah memberikan kebebasan kepada rakyat, akan tetapi kebebasan tersebut harus dibatasi agar tidak menimbulkan paham anarkisme. Meminjam ungkapan Amartya Sen ‘kebebasan haruslah diberikan sesuai porsinya’ lalu porsi seperti apa yang seharusnya diberikan kepada rakyat bentukan dunia modern saat ini ?

Bukankah dengan tragedi penagkapan warga tersebut telah membuktikan bawaannya pemerintah saat ini menjadi arogan dan otoritarian. Kebebasan seperti apa yang diberikan kepada rakyat, pembatasan yang dilakukan aparat sudah kelewat batas dengan menjarah desa dan menangkap paksa warga. Apakah mungkin karena mereka tidak memahami esensi demokrasi sesungguhnya. Jikalau mereka paham esensi dan pengimplementasian demokrasi, sebagai roh hidup berbangsa dan bernegara, mereka akan melihat demokrasi dengan tafsir “rakyat mempercayakan kekuasaan pada sekelompok orang terpilih dengan memberi kewenangan tersebut adalah kekuasaan yang diamanatkan dari rakyat dan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat, digunakan sebaik-baiknya untuk mensejahterakan rakyat” dan sekali lagi pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan musuh dari rakyat. Ini tanah air kita dan disini kita bukan turis.

Dengan demikian apakah demokrasi adalah dimana rakyat yang mempercayakan ‘kekuasaan’ kepada pemerintah untuk digunakan sebagai alat melayani rakyat.

Kalau demokrasi seperti ini, apakah anda (Pemerintah) tetap memilih demokrasi ?

Penulis: Muhammad Zaki Wahyudi

Ilustrator: Billy Lafi Aula

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop