Polemik Politik Negeri Ini

Opini Lpm Inkams

Opini – Indonesia dan demokrasi tidak dapat dipisahkan dalam sistem pemerintahan, dimana dalam perkembangannya diperlukan peran serta politik. Namun saat ini politik dikonotasikan menjadi sesuatu hal yang banyak berhubungan dengan citra negatif. seperti halnya ambisi yang berlebihan dalam pencapaian tujuan, yakni untuk mendapatkan kekuasaan belaka, serta praktik nepotisme yang sampai saat ini agaknya sulit dihilangkan dalam kegiatan politik, yang rentan akan  praktik  lanjutan korupsi ataupun kolusi dan sebagainya. Hal tersebutlah yang memicu adanya sikap tak acuh dan apatis dari masyarakat terhadap politik dan bahkan pemerintahan.

Menjauh dari anggapan miring politik, teori klasik Aristoteles menyebutkan bahwa politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Meski dalam dalam praktiknya kepentingan umum atau kebaikan bersama hanya merupakan topeng dari  kepentingan akan jabatan dan golongan.  Politik seakan mampu memperbudak siapapun yang telah mengenal dan masuk didalamnya, mulai dari kaum awam, intelek, mereka yang bepengaruh, hingga tokoh agama.

Perkembangan politik pun telah lama merambah ke dunia akademik. Sejak akhir tahun 1950-an, sistem politik telah masuk keranah kampus dengan sistem dan tujuan yang tidak  jauh berbeda, yakni untuk pencapaian kekuasaan. Tidak ada yang salah mengenai itu, hanya saja cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuan terkadang masih mengadopsi pemerintahan dan politik Negara ini, sepertihalnya nepotisme yang sering terjadi. Penerimaan anggota dalam jajaran kepengurusan pejabat kampus tidak hanya berlatarbelakang pada kompetensi mahasiswa, melainkan juga pada golongan politik yang menaunginya. “Perwakilan mahasiswa” dalam jajaran kepengurusan hanyalah sebuah dalih  dari  sebuah kepentingan golongan.

Tidak adanya kepercayaan akan politik ataupun pemerintah oleh mahasiswa atau rakyat pada umumnya (yang selanjutnya akan disatukan menjadi masyarakat) dapat menjadikan ketidak berpihakan terhadap golongan apapun yang berujung pada aksi Golput. Dalam hal  ini kita tidak dapat sertamerta menyalahkan pihak pemilih (rakyat) sebagai bentuk dari  ketidakdewasaan berpolitik, karna bisa jadi gerakan golput merupakan indikasi kedewasaan politik rakyat.

Kurangnya partisipasi sasaran politik dalam hal ini, yakni masyarakat mengenai kebijakan-kebijakan pemimpin juga menjadi bagian dari tolak ukur rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat. Gerakan lebih radikal dapat dilakukan sepertihalnya aksi teror yang dapat berujung pada sparatisme, namun aksi ini bukan terjadi lantaran kebenciannya akan politik, justru gerakan yang dapat mengancam kesatuan dan kedaulatan Negara ini merupakan bentuk ketidakpuasan akan politik penguasa.

 Akan ada masa dimana partispasi rakyat bukan tumbuh dari kesadaran, tapi merupakan hasil rekayasa politik. Pemikiran pragmatis sebagian besar masyarakat marginal baik kota pun desa merupakan sarana penunjang terjadinya rekayasa politik, sepertihalnya politik uang, jual  beli jabatan, dan kebobrokan demokrasi lain. Kesadaran dan kepedulian akan kerugian yang dapat ditimbulkan dari kejahatan politik tersebut tampaknya menjadi pertimbangan kesekian, jika dibandingkan dengan iming-iming keuntungan sesaat yang akan didapatkan. Dalam hal  ini bisa dikatakan bahwa pemilih hanya dijadikan sebagai tunggakan menuju  jabatan, bagi mereka  yang hanya berorientasi pada kekuasaan dan buta akan kewajiban.#Yra

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop