PENETAPAN AKLAMASI SECARA SERENTAK SERTA KURANGNYA TRANSPARANSI OLEH KPUM FEB

InkamsLPM–Pada hari Selasa (27/12) Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura  (KPUM-FEB UTM) menggelar agenda Penetapan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Calon Bupati (Cabup) dan Calon Wakil Bupati (Cawabup) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Periode 2023. Acara yang bertajuk Undangan Terbuka untuk Mahasiswa Se-Fakultas Ekonomi dan bisnis ini digelar pada pukul 08:00 WIB bertempat di RKB-H ruang 1.2 yang bertujuan untuk menetapkan calon Gubernur beserta Wakil Gubernur dan Bupati beserta Calon Bupati secara Aklamasi. Acara yang semula dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2022 ini dimajukan secara mendadak dan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 27 Desember 2022. Adanya pemberitahuan yang terkesan mendadak dari pihak KPUM FEB tersebut dinilai kurang memperhatikan adanya transparansi oleh beberapa mahasiswa.

Seperti di tahun sebelumnya, KPUM FEB UTM pada tahun ini menetapkan bakal Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih secara aklamasi. Tidak hanya itu penetapan Bupati dan Wakil Bupati Himpunan Mahasiswa Manajemen (HIMMAN), Himpunan Mahasiswa Akuntansi Universitas Trunojoyo Madura (HIMAJOYO), Himpunan Mahasiswa  D3 Akuntansi (HIMAAKSI), Himpunan Mahasiswa D3 Entrepreneurship (HIMASHIP) juga dilakukan dengan cara yang serupa. Hal ini ditegaskan setelah tim kami melakukan wawancara dengan Muhammad Yusuf, ketua KPUM FEB UTM

 “Ya dilaksanakan serentak, dan untuk D3 Akutansi Sektor Publik dan D3 Entrepreneurship saya serahkan kepada Himpunannya masing-masing, karena pada saat kami mambuka pendaftaran tidak ada yang mendaftar seperti itu,” terang Muhammad Yusuf.

Hal yang melatarbelakangi adanya aklamasi sendiri ini yakni dikarenakan hanya terdapat satu Pasangan Calon (Paslon) yang mendaftar baik itu Gubernur maupun Bupati.

Yusuf juga menambahkan bahwa berdasarkan pada bentuk pemilihan pemimpin itu ada dua yakni voting dan juga aklamasi. Karena kasusnya ini hanya ada satu paslon maka dirinya memutuskan untuk menetapkan secara aklamasi

“Karena pasangan calonnya hanya ada 1, jadi itu yang menjadi landasan kami pakai dan juga mengkaji dalam UU Pemilu yang ada, bahwasannya ketika kami melakukan aklamasi itu juga tidak ada yang melarang disitu makanya kami di sini teman-teman KPUM memutuskan aklamasi,” imbuhnya.

Kemudian mengenai adanya aklamasi, Dr. Yudi Widagdo Harimurti., S.H., M.H selaku Dosen Fakultas Hukum (FH) memberikan tanggapan bahwasanya itu semua harus dikembalikan ke AD/ART Ormawa UTM yang mengatur ada atau tidaknya mengenai aklamasi ini.

“Ya dikembalikan ke AD/ART mengatur enggak mengenai aklamasi, aklamasi itu pernyataan setuju secara lisan dari seluruh yangg hadir dalam suatu pertemuan. Nah diatur enggak di AD/ART, kok tiba-tiba ada aklamasi,” terang Yudi selaku Dosen FH UTM.

Menanggapi sistem pemilihan ini, Arif Heryanto selaku mahasiswa FEB angkatan 19 memberikan tanggapan bawasanya aklamasi ini dinilai mereduksi nilai demokrasi. Dirinya juga menambahkan bahwa salah satu penyebab utamanya aklamasi ini dilaksanakan yaitu mahasiswa mulai tidak peduli dengan proses Pemilihan Raya (Pemira).

“Kalau saya dimintai pendapat soal Pemira secara aklamasi, saya sebagai mahasiswa biasa saja ini merasa aklamasi ini mencoret dan mereduksi nilai demokratis yang seharusnya di pelajari dari mahasiswa,” ucap Arif.

Tak hanya itu, Bagas Rizaldi mahasiswa aktif FEB UTM juga merasa bahwa aklamasi ini terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran diri dan kepercayaan diri dari mahasiswa untuk bisa berpartisipasi dalam pemilihan.

“Menurut saya terjadinya aklamasi dan kurangnya partisipasi di lingkup fakultas karena kurangnya kesadaran diri dan kepercayaan diri dari mahasiswa untuk bisa berpartisipasi dalam pemilihan,” jelas Bagas Rizaldi (21/12).

Bagas juga menambahkan, bahwa demokrasi dalam lingkup Fakultas perlu ditingkatkan lagi terkait pelaksanaanya.

“Terkait pelaksanaannya yang  terlalu mendadak menyebabkan kurangnya informasi terkait pemilihan kepada mahasiswa, Serta pelaksanaan yang di laksanakan pada masa liburan. Sehingga demokrasi di lingkup Fakultas perlu ditingkatkan lagi,” tutur mahasiswa Prodi Manajemen tersebut.  

TIMELINE

Acara Penetapan yang dihadiri sekitar 30 orang dan juga sekitar 40 orang yang menonton live streaming pada akun Instagram @kpumfeb ini sempat melakukan perubahan timeline pemilu.

Terkait perubahan timeline pemilu secara mendadak, yang semula pada tanggal 27 ditetapkan untuk pemilihan Gubernur dan tanggal 28 ditetapkan untuk pemilihan Bupati, namun dalam kasus ini panitia KPUM menetapkan secara serentak semuanya di tanggal 27 Desember. Muhammad Yusuf selaku Ketua KPUM FEB berdalih bahwa perubahan ini disebabkan oleh kekhawatiran jika penetapan Bupati tetap dilaksanakan di tanggal 28 takutnya Wakil Dekan (WADEK) III tidak bisa menghadiri acara tersebut dikarenakan terdapat kepentingan lain. Untuk itu panitia bersepakat untuk menyatukan semua di tanggal 27 dengan beberapa pertimbangan salah satunya untuk mengefisiensi waktu.

“Gini mengapa perubahan timline ini terkesan mendadak, kami sudah berkordinasi dengan WADEK III, yaitu Ibu Eni dan juga beliaunya dikarnakan untuk bisa menghadiri di acara sidang pleno penutupan ini di tanggal 27 dan juga merupakan tanggal 27 ini merupakan pemilu untuk dpm dan kami putuskan untuk diubah timline-nya di tanggal 28 nya nanti untuk yang Bupati itu Bu Eni nya ga bisa hadir karena ada keperluan acara lain yang harus keluar, jadi kami memutuskan mengubah jadwal/timeline di satukan semua di tanggal 27,” tutur Yusuf.

Namun salah satu mahasiswa FEB angkatan 2022, Mochammad Dwi Yulianto mengaku dirinya tidak tau akan adanya perubahan timeline tersebut.

“Oh kalau perubahan jadwal itu aku gatau sama sekali, tau-tau kemarin kalau besok itu penetapan gitu sih” ujar mahasiswa akuntansi tersebut.

Berbeda dengan Mochammad Dwi Yulianto, Novan Wisuma Nugroho yang meruakan mahasiswa Prodi Akuntansi angkatan 2022 menyatakan dirinya mengetahui adanya perubahan timeline tersebut. Namun dirinya berujar bahwa pihak penyelenggara tetap harus memberikan konfirmasi dan pemberitahuan yang jelas.

“Menurut saya harus ada konfirmasi dan pemberitahuan yang jelas dari pihak penyelanggara atas dasar apa sehingga terjadi perubahan timeline pemilu,” ucap Novan ketika diwawancarai.

Novan juga menambahkan bahwa kegiatan ini menurutnya kurang transparan, dirinya beranggapan bahwa harus ada pemberitahuan yang jelas terkait proses pemilihan yang berlangsung.

“Menurut saya pribadi, kegiatan ini dilaksanakan kurang transparan. Artinya tidak ada pemberitahuan yang jelas kepada mahasiswa, mulai dari proses dan penetapan gubernur dan bupati yang baru.” Pungkasnya.

(fck/azz/arf)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop