Pendidikan, Memperbanyak Jumlah yang Terdidik Atau Memperbanyak Jumlah yang Disidik ?

Semakin pesatnya persaingan dunia yang muncul dari gebyar globalisasi, memunculkan banyak perubahan. Mulai dari teknologi, gaya hidup, perilaku sampai kaca negara atau dunia terlihat transparan. Sehingga dapat dilihat dengan mudah apa yang menjadi keahlian dan kemampuan dari masing-masing kemajuan suatu negara. Arus yang demikian tetap harus diterima dan senantiasa berusaha memperbaiki kualitas diri dengan meletakkan diri pada P e n d i d i k a n. Sebab pendidikan merupakan wadah dari ilmu pengetahuan agar dapat menyesuaikan diri dan memanfaatkan kemajuan peradaban yang tak dapat dibendung.

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (UUR.I No. 2 Tahun 1989 Bab 1, Pasal 1). Menurut Theodor Mayer Greene Pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Pendidikan bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003).

Secara teoritis pendidikan yang dituntut untuk mencetak dan mencerdaskan anak bangsa, memang sangat dibenarkan. Tanggung jawab sebagai seorang pendidik atau guru juga sangat diperlukan. Pendidikan tidak hanya didapat dalam lembaga resmi saja, melainkan lingkungan dan pergaulan juga dapat memberikan unsur pendidikan. Namun di era saat ini, sangat miris jika melihat pendidikan yang dijadikan tameng dan pemanfaatan suatu kesempatan demi meraih keserakahan. Entah apa yang terfikirkan, di tahun 2017 banyak digemparkan dengan adanya tindak asusila yang secara otomatis juga akan menciderai dan melukai mental anak didik, dan pastinya akan tertanam pendidikan yang negatife terhadap tindakan yang tidak senonoh itu.

Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak anak (P2TP2A), Cibinong Bogor mencatat jumlah kasus anak hingga Oktober 2017 ada sebanyak seratus sepuluh (110) kasus. Terlebih banyak dilakukan oleh sebagian guru yang tega melakukan tindak asusila pada muridnya. Padahal, seharusnya tanggung jawab yang diemban pada pundak seorang pendidik, yaitu membangun pola pikir anak didik yang berkarakter, jujur, adil, dan berwawasan keilmuan dirasa tak lagi menjadi prioritas utama lagi. Bahkan masih banyak pendidik di sekolah yang asal-asalan dalam mengajar, agar terlihat formalitasnya. Hal tersebut, mengindikasikan tidak adanya nilai etika yang baik terhadap anak didiknya, juga sering dijumpai guru yang masuk dan mengajar karena adanya nepotisme dari dalam, walaupun tidak sesuai dengan jurusan atau mata pelajaran yang dikuasainya. Sehingga berdampak pada tidak optimalnya pelajaran yang diterima oleh anak didik.

Memang tidak semua guru mempunyai pemikiran yang demikian, bahkan ada yang mengabdikan diri secara tulus biasa kita jumpai di daerah terpencil dengan gaji perhari hanya Rp 1000,00 (seribu rupiah). Pendidik yang menyebabkan kemunduran dalam kualitas pendidikan harus disidik supaya mendapatkan sanksi atas perlakuannya tersebut. Sebab pendidikan sangat dibutuhkan dalam era saat ini, demi kemajuan dan terbentuknya karakter serta kepribadan yang baik. Pendidikan sekarang jauh berbeda dengan pendidikan dulu yang masih memegang komitmen dalam mencerdaskan anak didik dalam intelektual dan karakternya, tanpa mengharap timbal-balik logistik yang didapatnya.

Dalam pandangan masyarakat, orang yang berpendidikan memiliki budi pekerti yang baik, betika baik, serta tutur kata yang sopan. Pandai dalam segala hal, termasuk dalam mengelabuhi masyarakat. Seperti halnya, kabar tentang Korupsi dan OTT (Operasi Tangkap Tangan), yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang berpendidikan tinggi.

Pada 6 bulan dari 1 Januari – 30 Juni 2017 Indonesia Coruption Watch (ICW) mendata adanya 226 kasus korupsi dan 587 tersangka yang merugikan 1,83 T dan Nilai suap 118,1 M. Hal ini sangat bertolak belakang dengan harapan masyarakat yang mempercayakan amanah tersebut pada orang-orang yang dianggapnya hebat dan berpendidikan. Tanpa adanya sadar diri dan si koruptor, tidak menutu kemungkinan akan semakin banyak bermunculan benih-benih koruptor yang di OTT.

Apa yang difikirkan, mungkin merasa kurang dan tanpa rasa syukur yang pada akhirnya tidak peduli dengan kerugian negara serta sudah lupa akan sumpah jabatan yang diucapkan. Sehingga tidak akan ada tanggung jawab atas amanah yang diberikan oleh rakyat.

Pendidikan karakter sangatlah utama, karena nilai kejujuran yang terkandung berguna bagi perilaku seseorang. Pendidikan karakter penting diterapkan dengan mendirikan mata pelajaran sediri tentang karakter. Semoga mulai dari langkah ini dapat menepis ketidak jujuran dan keserakahan yang dapat menghasilkan persaingan yang sportif dan tidak saling menjatuhkan antar pihak. #Dtn/zq

“Pendidikan yang berkualitas memang dibutuhkan, tapi kualitas diri harus bisa distandartkan, tidak ada yang mampu menentang kegelapan dalam kebutaan, namun pancaran karakter baik akan menyelamatkan “.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop