LAUT BERCERITA: MATILAH ENGKAU MATI KAU AKAN LAHIR BERKALI-KALI

Judul Buku : Laut Bercerita

Penulis : Leila S Chudori

Penerbit : Jakarta: KPG (Kepustakaan Popular Gramedia)

Bahasa : Indonesia

Genre : Historical Fiction

Tanggal Terbit : 1 Oktober 2017

ISBN : 9786024246945

Tebal Halaman : 379 Halaman

Lebar : 13,5 cm

Panjang : 20 cm

Di Hari Laut Sedunia ini saya akan merekomendasikan novel yang berjudul Laut Bercerita. Novel karya sastra ini ditulis oleh Leila S Chudori alur novel ini menyajikan cerita yang akan mengajak pembaca turut andil merasakan apa yang terjadi dalam pengkisahan yang dituliskan. Penulis mengisahkan kejadian masyarakat pada masa orde baru yang penuh dengan situasi tekanan politik, terjebak dalam lingkaran otoriter pemerintah, serta suasana kehidupan aktivis yang memilukan. Penulis juga memuat cerita yang menonjolkan tema tentang kediktatoran pemerintah, pengkhianatan, cinta, keluarga dan juga kehilangan.

Ihwal penokohan utama dalam novel ini bernama Biru Laut Wibasana atau biasa dipanggil laut. Ia merupakan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, program studi Sastra Inggris. Laut senang bergumul dengan kata-kata, menulis cerita, mengulik bahasa asing dan akrab dengan karya sastra dimulai karena bapaknya. Pertemuan pertama Laut dengan Kasih Kinanti membuat Laut tergabung dalam sebuah organisasi aktivis bernama Wirasena. Organisasi ini bertujuan membantu masyarakat dalam meraih demokrasi dan menentang adanya kebijakan dalam pemerintahan yang otoriter pada orde baru.

Pada saat tahun 90-an para aktivis dilarang menyuarakan pendapat mereka, bagi yang menentang maka akan dibungkam dan disiksa. Di organisasi aktivis ini Laut mengenal Bram, Sunu, Alex, Naratama, Gusti, Narendra, Dana, dan kawan kawan lainnya. Pada tahun 1991 di Sayegan terdapat sebuah rumah yang dijuluki Rumah Hantu di sebuah pojok terkecil di Yogyakarta yang menjadi markas Wirasena. Tempat dimana mereka berdiskusi tentang buku-buku terlarang termasuk karya Pramoedya Ananta Toer. Sayegan tempat pertama kali Laut bertemu dengan Anjani. Ciputat 1991; dimana Laut mengisahkan tentang keluarganya dan adiknya Asmara Jati, tentang Gulai tengkleng yang selalu ibunya masak setiap ia berkunjung ke Jakarta.

Blangguan 1993; merupakan aksi para aktivis dari Wirasena, Winatra, dan Taraka demi membela para petani jagung di Situbondo yang lahannya digusur secara paksa oleh pemerintah dan akan digunakan menjadi latian gabungan tentara. Aksi ini akhirnya tercium oleh para intel yang mengakibatkan gagalnya aksi Blangguan. Kegagalan aksi ini mengakibatkan adanya penganiayaan secara beringas yang dilakukan tentara terhadap laut dan kawan-kawannya mereka dipukul habis-habisan, disetrum dan diinjak menggunakan sepatu laras bergerigi. Setelah mereka tidak mendapatkan jawaban dari apa yang mereka inginkan, akhirnya laut dan kawan-kawannya dibawa ke terminal Bungurasih. Dari banyaknya gerakan para aktivis yang selalu tercium oleh para intel membuat Laut dan kawan-kawannya mencurigai Naratama sebagai penghianat di Wirasena, karena Naratama yang sering tidak ada dalam diskusi dan juga aktivitas yang dilakukan.

Sampai pada kejadian di sebuah tempat di dalam khianat 1998; dilema ihwal siapa yang menjadi pengkhianat terjawab, di tempat tersebut sebelumnya para tawanan aktivis dibaringkan diatas balok es berjam-jam kemudian muncul sosok yang membuat Laut tercengang sosok yang membantu pasokan didalam markasnya sebenernya merupakan pengkhianat diantara mereka, dia adalah Gusti Suroso; hal tersebut ternyata berbalik dengan apa yang selama ini dicurigai. Tak selang lama terdengar langkah kaki si Lelaki Seibo yang bergegas membuka sel tahanan. Dan Lelaki Seibo mengiring Laut ke atas menuju lorong di sebuah lorong yang dingin. Suasana mulai mencekam saat Laut mendengar suara Dana dan Julius di depannya selain suara itu juga terdengar beberapa lelaki dan suara Si Manusia Pohon serta bau menyengat rokok si mata merah yang menusuk hidung. Hari tersebut merupakan hari kematiannya hari dari akhir sebuah perjuanganya. Laut didorong masuk kedalam mobil berhimpit dengan manusia pohon dan manusia raksasa. Dalam perjalanan tersebut Laut sempat bertanya mau dibawa kemana? si mata merah menjawab “ke laut, sesuai namamu. Ke kuburanmu”.
“Matilah engkau mati
kau akan lahir berkali-kali”. 

“Pengkhianat ada di mana-mana, bahkan di depan hidung kita, Laut. Kita tak pernah tahu dorongan setiap orang untuk berkhianat bisa saja duit, kekuasaan, dendam, atau sekadar rasa takut dan tekanan penguasa,” kata Bram mengangkat bahu.

Keunggulan Buku
Mengisahkan secercah cerita yang sebelumnya tidak terbayangkan dari perspektif aktivis. Bagaimana banyaknya aktivis yang hilang bukan bualan semata, tetapi hingga masa sekarang jika dilihat secara historik kasus dari korban tersebut tidak menemukan titik terang. Pengambaran emosi dalam novel ini dapat membuat pembaca merasakan situasi dan kondisi pada saat itu.


Kekurangan Buku
Alur yang digunakan campuran sehingga jika tidak memahami maka akan bingung. Membuat pembaca untuk terus mengingat kejadian yang diceritakan sehingga jika tidak teliti sukar untuk melanjutkan ke bab selanjutnya.

Penulis : Suci Maela Sari

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop