Jejak Langkah : Organisasi dan Jurnalistik, Cikal Bakal Lahirnya Nasionalisme Bangsa.

Judul Roman  : Jejak Langkah

Penulis             : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit           : Lentera Dipantara

Tebal Buku      : 721

Cetakan            : Ke -9, Februari 2012

 

Setelah berbagai kejadian yang ia alami sebelumnya, akhirnya di daratkan kakinya pada sebuah kota yang belum ia singgahi sebelumnya. Konon menjadi kota paling maju di Hindia Belanda pada kala itu. Jalan – jalan telah berlapiskan aspal dengan taman kota yang tertata rapi. Betawi namanya, Ibu Kota Hindia Belanda. Pada awal kedatangannya, Minke begitu terpesona akan kota itu. Harapan baru muncul dari nuraninya, meninggalkan segala yang pernah terjadi sebelumnya, juga ucapan selamat tinggal pada abad 19 dan disambut awal abad 20. STOVIA menjadi tujuan Minke ke Betawi untuk bersekolah dokter.

Kebosanannya menjadi eleve (siswa STOVIA) membawanya pada petualangan baru, ditemui tunangan dari mendiang sahabatnya. Ia adalah wanita yang cantik dengan kulit berwarna seperti susu, Ang San Mei namanya. Ang San Mei yang merupakan organisator untuk negerinya Tionghoa yang akhirnya dijadikan Minke sebagai pendamping hidup. Ang San Mei menyarankan agar Minke mendirikan organisasi untuk bangsanya. Kesadaran Minke mendirikan organisasi demi kemajuan bangsa juga terbangun dari seminar yang diikutinya dengan pembicara seorang pensiunan dokter pribumi.

Pergerakan Minke dimulai setelah ia kembali merasakan sakit atas kepergian kekasih hatinya Ang San Mei. Setelah ia dikeluarkan dari STOVIA karena nilai – nilainya yang turun akibat harus merawat Ang San Mei. Setelah “pengusiran” dari STOVIA munculah tekad kuat membentuk organisasi. Dihubungi orang – orang yang memiliki kekuatan untuk membentuk organisasi tersebut. Akhirnya lahirlah sebuah organisasi yaitu Syarikat Priyayi. Bersamaaan dengan lahirnya Syarikat Priyayi lahir juga sebuah surat kabar mingguan yaitu Medan Priyayi, Medan Priyayi merupakan surat kabar pertama yang mampu mengadvokasme kepentingan pribumi. Medan Priyayipun akhirnya menjadi “anak” kesayangan Minke.

Dalam perjalanannya, syarikat priyayi dirasa kurang bisa mengorganisasi kebangkitan bangsa. Mereka kaum priyayi sudah terlanjur nyaman hidup dengan gaji dari gubermen per bulan sehingga enggan dengan perubahan. Jika dikaitkan benang merah dengan kondisi saat ini mereka – mereka yang bekerja pada pemerintahanpun berkelakuan sama. Hidup enak, gaji perbulan, tunjangan pensiun, lantas kurang apalagi ? Kerap kali kita temui para aparatur yang cenderung acuh atas kodisi bangsanya, selagi kepentingannya tidak terdampak atas kondisi bangsa mengapa harus ada kata berubah ?

Dari hal tersebut,  Minkepun memiliki ide untuk membentuk organisasi berisi kaum dagang, pedagang dianggapnya kaum independen dan dapat memajukan bangsa jika mereka semua berorganisasi. Dari situ lahirlah sebuah organisasi Syarikat Dagang Islamiyah (SDI). Syarikat ini berkembang pesat hingga akhirnya menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Hindia Belanda. Dari kekhawatiran pemerintah tersebut, Minke harus ditangkap karena sebuah tuduhan.

Novel ketiga dari tetralogi Buru berlatar belakang awal kebangkitan nasional menggambarkan betapa susah jerih payah mereka yang berjuang demi kemerdekaan. Lantas, apa yang terjadi sekarang ? Pada jaman dulu dan sekarang sepertinya sama saja, persamaan di depan hukum sepertinya sulit benar – benar tercapai. Saat awal pergerakan nasional satu organisasi pribumi sama dengan satu orang Belanda di depan pengadilan. Sangat tidak adil dan rasional, harus butuh organisasi yang kuat demi mendapat kesetaraan dengan orang Belanda. Di saat ini, yang kaya bisa bebas melakukan jual beli keadilan. Koruptor negeri ini, yang sebenarnya pantas di cap sebagai penjahat yang begitu keji bisa menikmati segala kenyamanan di penjara. Lantas bagaimana dengan kondisi seorang yang mencuri untuk membeli susu anaknya atau sekedar ingin memenuhi kebutuhan keluarganya. Tragis, tapi memang itu kenyataannya.

Di “Jejak Langkah ” penulis novel ini mengambarkan bahwa Minke saat ini menjadi seorang pria yang hebat. Minke berhasil lepas dari bayang – bayang kehebatan Nyai Ontorsoroh yang mana merupakan mertua dari istrinya yang telah meninggal. Minke berdiri dengan independen membentuk organisasi dan lembaga jurnalistik hingga akhirnya ia pun disegani banyak orang.

Pramodya sebagai penulis novel sagat lincah menggambarkan alur cerita. Pembacapun bukan hanya sekedar tau isi dan alur cerita, tapi diajak berpikir dan merasakan tentang tiap – tiap kejadian yang ada. Hingga pada akhirnya pembaca diajak memainkan perannya untuk setiap lakon pada novel ini.

Meskipun novel ini digambarkan dengan begitu apik dan menarik, tapi untuk mengetahui bagaimana jalan cerita novel ini pembaca harus benar – benar membaca seluruh isi novel karena alurnya tidak bisa di tebak. Lalu, penjelasan waktu dan tempat begitu luas sehingga ada beberapa bagian yang membuat saya sedikit bosan membaca pada bagian tertentu. Namun, saat telah membaca keseluruhan isi novel, saya tidak hanya mendapat cerita roman tetapi juga tentang sejarah kebangkitan bangsa yang mana hal tersebut menambah sedikit hikayat pengetahuan saya.

 

“Organisasi tidak boleh tergantung pada satu dua orang”

Diresensi oleh : Firda Ivana Amelia

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura.

Program Studi Akuntansi.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop