Catatan Keluh untuk Negeri

Juwitaku

Sudah kesekian purnama kita tak lagi saling menatap.

Kita lebih suka mengirim entitas rindu via stiker lucu diobrolan online dengan tugas-tugasmu yang menumpuk.

Aku sering menyempatkan melihat profilmu disela-sela ibu menyuruhku untuk membeli sayur dan buah yang mengandung imunitas tinggi

 

Maafkan aku Juwitaku

Karna sering mudah fokus pada kucing yang kau timang dibanding wajahmu

Sebab katanya kucing adalah hewan yang suka berburu tikus

 

Maafkan aku Juwitaku

Aku lebih senang mendengar suara kucing dibanding orasi temanmu yang memperjuangkan hak-hak kaum proletariat

Sebab abjad-abjad yang dikeluarkan kucing itu sama dengan isi hatinya

Jikalau aku disuruh untuk membedah dan menilik bahasa orasi

Aku tak sanggup Juwitaku

Bahasa orasi katanya bahasa tanpa kebohongan

Tapi mudah aku temukan mereka yang berorasi di depan mimbar lupa pada pengharapan

Bukan aku mengatakan mereka mencari panggung Juwitaku

Panggung sekarang memang lebih sering digunakan penguasa untuk mencuri

Belum usai perkataanku sudah kau potong dengan memasukkan roti tawar ke sela-sela gerahamku

Katamu kita jangan gampang percaya pada retorika mereka

Demi keadilan

Demi kesejahteraan

Demi kemakmuran

Mana mungkin omongan kosong itu terealisasikan

 

Juwitaku

Di dekat pesisir kau sering membisiki tepat di indra dengarku

Suaramu begitu lirih

Tak mungkin runguku kaku mencari asalnya

Sejauh ini pernah satu kali kutemukan suara seperti itu

Suara dengan bahasa surga yg dititipkan tuhan pengganti malaikat sehabis tangisku memekik takdir

Aku menyiapkan diri dengan luruh untuk menyiapkan bisikmu

Berharap kebisuan bisa kau tumpahruahkan habis diperaduan sepi itu

Engkau mengadu tentang negeri yang bersimbah ini

Entah bersimbah dengan apa; yang kau tanyakan padaku apa warna dari kesedihan ?

Apakah seperti rakyat yang rumahnya habis digusur oleh penguasa

Sehingga di tikar pandan itu rakyat saling mendongeng dengan tangis dan cakrawala

 

Juwitaku

Sampai di pelataran tunggu ini kau isyaratkan tanda-tanda agar kelak saat bersua dengan keluarga tak menyinggung apapun yang berbau resah

Bagaimana aku tetap tenang

Sedangkan disekitarku orang-orang saling berebut pada kelayakan

Mereka sudah terlalu acuh pada kesehatan sampai lupa yang menganugerahkan

Mereka saling mengunci diri di tengah keramaian

Mereka menganggap kemanusiaan adalah selama sanak familinya mendapat ketentraman

Bagi orang kaya kesejahteraan itu bisa dibeli

Bagi kita kesejahteraan adalah mengais-ngais sisa kepentingan mereka yang telah usang sudah sangat menyejahterakan

 

Juwitaku

Sini kubisiki satu hal

Jangan takut kehilangan apapun pada diri

Karna sebentar lagi rentang waktu akan menjelma masa-masa

Jika disayatan luka bertambang pahala

Mengapa aku tak terbahak saja pada pena

Kita wujudkan apapun yang kita takuti

Tapi juwitaku

Kau salah

Aku bukan al faruq yang gagah dan berani

Bukan pula Jalaluddin rumi yang kerap memutiara hati

Aku cuma pemuda gondrong yang mati diambang regulasi oligarki

Bungah, 21 Maret 2020

Oleh: Muhammad Zaki Wahyudi

Prodi Manajemen, Universitas Trunojoyo Madura

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop