Sepenggal Renungan Pendidikan Di Indonesia

Opini – Berbicara tentang pendidikan yang sudah diperjuangkan berpuluh–puluh tahun yang lalu oleh para pahlawan kita, para visioner yang melawan arus dan orang–orang yang kritis terhadap perubahan bahkan saat negeri yang masih bernama Hindia Belanda ini diperjuangkan oleh Multatuli, dimana dalam bukunya dia menekan Belanda agar melakukan politik etis yang salah satunya berisikan pemberian pendidikan kepada kaum pribumi. Selain itu di surat Kartini pun kepada ny. Abedanon dia menulis bahwa dia ingin kaum pribumi berkulit coklat bependidikan agar membangun peradaban, bahkan Kartini ingin sekali sekolah di Eropa, menghirup udara Eropa bukan karena tak mencintai negerinya tapi dia ingin pergi ke Eropa dan membawa hal yang baik–baik untuk dibawa kenegrinya, tapi karena dia sangat mentaati ayahnya yang tidak memperbolehkan, akhirnya Kartini tak bisa berbuat apa–apa.

Oke, kita tidak akan membahas itu semua, karena itu adalah masalalu yang perlu sesekali kita renungkan, tentang perjuangan mereka dalam pendidikan untuk melawan arus kekuasaan sampai pena mereka siap diborgol. Bahkan masih ada kisah Tan malaka yang akhirnya menjadi buronan.

Kisah–kisah itu untuk perenungan kita dalam sistem pendidikan, sudah tidak asing sekali membicarakan pendidikan ditengah carut marut keadaan negeri kita saat ini. Dunia pendidikan akhir–akhir ini dikejutkan dari hasil riset yang di lakukan oleh lembaga survey berskala internasional  yang bernama PISA – Program for International Student Assessment. PISA merupakan salah satu program kerjasama dibeberapa negara yang tergabung dengan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) untuk melihat perbandingan kemampuan akademis siswa berumur 15 tahun di berbagai negara dalam bidang matematika, sains, dan membaca.

Dan Indonesia menepati peringkat ke- DUA DARI HASIL TEST TERSEBUT tapi dari urutan terakhir, yap. Indonesia kita menepati peringkat 64 dari 65 negara yang berpartisipasi, yang terlintas di benak kita adalah untung Peru ikut berpartisipasi kalau tidak mungkin negara kita adalah negara yang akan di nobatkan menjadi negara yang peringkatnya terbontot dalam masalah akademis.

Permasalahan pendidikan di Indonesia ini multidimensional, mulai dari kualitas guru, sistem pendidikan, kurikulum, cara ngajar, infrastruktur dan sebagainya yang mungkin harus dipetanggung jawabkan oleh pihak–pihak tertentu. Kita tahan dulu untuk mencerca pihak–pihak yang mungkin harus bertanggung jawab. Kita lihat dari perspektif siswa yang hanya menjadikan sekolah sebagai ajang pencarian kepopuleran, teman dan ijazah semata. Selain itu sistem pembelajaran sudah mulai beralih dari fungsi aslinya dimana seolah-seolah hanya dengan nilai semata masalahnya terselesaikan, subjek pelajaran yang saat ini sudah mulai banyak dan dengan sistem ngapal, dan bukan lagi memahami konsep yang benar. Sebenarnya otak manusia itu suka belajar dan suka hal-hal baru tetapi sistem pendidikan mulai dari kurikulumnya, cara mengajar, sampai buku panduan belajar pun membuat para pelajar sendiri kehilangan daya tarik untuk terus belajar. Sehingga mereka hanya menghafal rumus, tahun–tahun bersejarah tanpa tahu tujuan belajar hal tersebut.  Inilah salah satu masalah paling kronis dalam dunia pendidikan kita. Jadi jangan heran kalau sistem pendidikan di Indonesia ini melahirkan manusia-manusia yang hanya mengikuti instruksi, bukan menyelesaikan masalah.

Bicara soal tingkat kemampuan akademis siswa di Indonesia memang topik yang sedikit absurd. Diberbagai media, pemberitaan seputar nasib para pelajar bisa sangat ekstrim (mulai free sex, narkoba, dan tawuran antar pelajar). Disatu sisi ada banyak cerita miris tentang kondisi pendidikan yang tidak merata disudut-sudut terpencil Indonesia. Sampai-sampai anak kelas 12 SMA ada yang masih tidak mengerti apa yang dia pelajari selama ini, tidak bisa membaca teks bahasa inggris sebagai portal utama peningkatakan kualitas informasi, bahkan masih buta peta geografis negara sendiri.

Disisi lain, tidak jarang juga kita dengar semilir angin segar tentang berita keberhasilan prestasi anak bangsa yang meraih gelar juara olimpiade matematika, fisika, sains, robotic, dll diajang olimpiade akademis berkelas dunia.

Tapi kembali lagi, apakah gelar juara olimpiade akademis itu bisa mewakili kondisi pendidikan di Indonesia? Atau mungkin hanya untuk sekadar pembelaan semata ditengah carut-marut kondisi pendidikan yang sebetulnya memprihatinkan?
Tanpa mengurangi rasa apresiasi kita pada para siswa berprestasi yang telah mengharumkan nama Indonesia, Tapi apa artinya pembuktian segelintir siswa-siswi kita yang cerdas dan berprestasi ini, padahal sebetulnya pendidikan secara merata masih sangat memprihatinkan.#Rf

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop