Perempuan Dan Perayaan International Women’s Day

Tepat tanggal 08 Maret 2020 diperingati sebagai International Women’s Day dimana kalimat-kalimat bijak tentang perempuan muncul dipost laman sosial media dan pada story-story mulai terunggah pamflet-pamflet lengkap dengan lambang lembaga untuk mempromosikan bahwa lembaga ini turut andil dalam memperingati International Day dikultur yang masih patriarki.

Bagaimana perayaan tentang perempuan ini masih secara simbolik, mengedepankan eksistensi dan kosong makna dengan seabrek permasalahan perempuan layaknya akar dalam gunung es yang tak pernah terselesaikan. Banyak kata mereka tentang perempuan itu sendiri. Kata masyarakat patriarki sejak awal leluhur kita telah menggariskan pekerjaan perempuan itu cukup untuk mengayomi keluarga, melahirkan anak, merawat, mengasuhnya dan mencari makan yang bagus itu sudah cukup. Bahkan seorang perempuan tidak dibiasakan mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan sejelas-jelasnya karena sifat keperempuanan kita yang harus tunduk dan patuh terhadap kultur dan dinding bangunan abstrak yang dibangun untuk memenjarakan tubuh dan pikiran perempuan.

Menjadi perempuan disistem patriarki itu sangat tidak mudah, dan menjadi sumber masalah. Dan apakah menjadi perempuan itu adalah sumber masalah itu sendiri? Mengutip dalam artikel “tubuh perempuan dan penghormatan hidup mengapa perempuan selalu salah? Mengapa ia tak boleh bicara? Mengapa perempuan harus menjadi pihak yang paling ikhlas, paling sabar dan paling tak boleh melawan?” karena penggambaran perempuan dia tidak punya daulat atas tubuhnya sendiri. Setiap langkah dan perbuatannya selalu diawasi dan dihakimi. Perempuan digambarkan harus lemah lembut dan bergantung kepada laki-laki. Padahal terlalu bergantung kepada laki-laki itu tidak terlalu baik untuk kesehatan mental laki-laki itu sendiri. Disistem ekonomi kapitalis ini perempuan dituntut untuk mengikuti standart kencantikan yang dibuat oleh sistem ini, dan laki-laki dituntut untuk mendanainya dimana itu bisa menjadi beban pikiran. Tapi hal ini tetap dilakukan untuk melanggengkan kuasa atas tubuh perempuan, tetap menjadikan perempuan sebagai objek seksualitas, mesin reproduksi dan bisa dibeli seharga barang.

Di peringatan International Women’s Day yang miskin makna kali ini, masih banyak hak-hak perempuan yang belum terpenuhi. Seperti yang masih hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah RUU Omnibus law yang isinya merugikan buruh terutama buruh perempuan. Perempuan yang direndahkan dalam segala aspek diskriminasi gender itu masih ada, walau tak tampak tapi masih berlaku di sebagian daerah dimana perempuan tidak memiliki andil terhadap dirinya dan yang mengatur tubuhnya adalah masyarakat dan keluarga. Setelah menikah kebebasannya diserahkan kepada suaminya yang jika sialnya laki-laki tersebut misioginis dan memperalat dalil-dalil agama untuk tetap superior menguasai tubuh perempuan. Jelas sekali ketika masih ada kasus pelecehan seksual, cat calling, serta perbuatan seksis oleh laki-laki yang disalahkan adalah baju yang katanya terlalu ketat, pulang terlalu larut malam dan narasi dalam pemberitaan yang semakin menyeret bahwa permasalahan itu terjadi karena perempuan yang tidak pandai menjaga dirinya.

Sayang nya atas segala permasalahan itu antar perempuan masih disibukkan saling memperdebatkan definisi cantik ala kapitalis yang menguras kantong, persikutan antar perempuan penganut faham feminis dan penganut paham nikah muda, perempuan dibuat bersaing dengan kompetensi-kompetensi yang tidak penting dan buang-buang waktu. Bukan saling mendukung tapi saling mengurung potensi besar yang ada dalam diri dan pikirannya. Bahkan kita masih anti dalam paham feminis dianggap kebarat-baratan dan seolah feminisme hanya untuk perempuan saja, salah kaprah pemahaman atas paham feminis seperti perempuan akan menginjak laki-laki, mau derajatnya lebih tinggi dari laki-laki tapi paham ini ada karena kepentingan perempuan sebagai manusia utuh tidak terwakilkan, perempuan tidak memiliki banyak hak atau akses yang bisa didapatkan laki-laki tanpa bersusah payah memperjuangkannya.

Lantas apa yang harus kita lakukan untuk perayaan besar International Women’s Day kali ini? kalau bukan untuk memperjuangkan hak perempuan diranah publik untuk berani speak up atas kesewenang-wenangan kuasa lain terhadap dirinya untuk meregut kemerdekaan dan hak penghidupannya.

Oleh: Risti Fawziyah

Program Studi Manajemen, Universitas Trunojoyo Madura

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop