Kurikulum Pendidikan, Alat Pembebasan atau Penindasan ?

Opini – Mahasiswa merupakan orang-orang yang mempunyai posisi sebagai bagian dari masyarakat Perguruan Tinggi, yang merupakan tempat segala bentuk ilmu diproduksi. Mahasiswa juga sering disebut sebagai masyarakat ilmiah, masyakat ilmu pengetahuan, masyarakat intelektual dan lain sebagainya.

Mahasiswa sebagai masyarakat intelektual tentu saja memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Sebab, idealnya mahasiswa dituntut bukan hanya untuk cerdas dalam belajar, tetapi mahasiswa juga dituntut untuk berpikir kritis terhadap kenyataan sosial yang ada. Sebagaimana fungsi mahasiswa yang tertuang dalam tri fungsi mahasiswa yaitu agent of change.

Namun realita sekarang ini banyak mahasiswa yang nyatanya hanya mengejar nilai dan selalu berpikir cepat lulus dan bekerja. Hal ini terjadi karena tuntutan sistem pendidikan dan kurikulum saat ini yang terkesan mengekang dan membuat pemikiran mahasiswa menjadi kaku dan pragmatis. Sistem pendidikan sekarang jugalah yang ampuh menghilangkan faham idealisme mahasiswa dan melatih mahasiswa menjadi kuli serta membuat mahasiswa jauh dari masyarakat.

Bisa dikatakan, Kurikulum yang diberlakukan di perguruan tinggi saat ini hanya berorientasi pada nilai toeritis saja. Hal ini menyebabkan mahasiswa selalu dituntut utuk mengerjakan tumpukan tugas setiap saat demi memenuhi target nilai yang ingin dicapai. Hal inilah yang akhirnya menumpulkan pemikiran mahasiswa, bahwa hidup sebagai mahasiswa hanya berkutat pada tumpukan tugas saja.

Mahasiswa yang dahulu selalu identik dengan diskusi, namun kini mahasiswa mulai bersikap apatis. Mereka cenderung menghafal materi ketika ujian tiba. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi mahasiswa itu sendiri, karena sejatinya diskusi adalah upaya untuk mempertajam pisau analisis, baik mengenai teori akademik maupun fenomena sosial masyarakat.

Perguruan tinggi merancang kurikulum pendidikan dengan mewajibkan mahasiswanya utuk mengikuti program pengabdian masyarakat atau biasa dikenal dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai sarana untuk mahasiswa mengabdikan diri dan berbaur dengan masyarakat. Namun realitanya, KKN hanya dijadikan sebagai ritual persyaratan agar bisa lulus kuliah.

Sistem pendidikan yang mengacu pada sistem kapitalis ini membentuk pola pikir mahasiswa yang berperilaku konsumtif, hedonis dan hanya memikirkan diri sendiri. Mereka melupakan tugas yang dipikulnya sebagai seorang manusia yang dianugerahi gelar “Maha” yang tidak Tuhan sematkan pada setiap orang. Mereka seakan lupa, bahwa fasilitas yang mereka dapatkan saat ini berasal dari keringat rakyat yang membayar pajak dengan terseok-seok demi kenyamanan fasilitas yang mereka rasakan saat ini.

Adanya fenomena diatas, seyogyanya mahasiswa sadar akan tanggung jawab yang harusnya dipikul. Kurikulum memang sesuatu yang harus dipenuhi demi kelancaran proses perkuliahan, tetapi mahasiswa tidak boleh melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia intelektual yang dimandatkan masyarakat untuk membantu mengubah hidup mereka dan membebaskan mereka dari jerat kemiskinan.

Mahasiswa yang merupakan pemuda generasi penerus bangsa sejatinya mempunyai dua ibu dalam hidupnya. Ibu yang telah melahirkan yang harus dipenuhi cita-citanya dan ibu pertiwi yang harus dipenuhi tanggung jawabnya.
Bumi pertiwi membutuhkan sosok pemuda yang mempunyai pemikiran yang kritis dan mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa Indonesia, yang rela berkorban demi negaranya, bukan mereka yang hanya terpenjara dalam ruangan sempit yang bernama sekolah atau kampus. Karena pemuda sejatinya adalah aset bangsa yang paling berharga untuk berkembangnya suatu negara. Namun, pantaskah diri kita saat ini disebut sebagai aset bangsa yang paling berharga ? #hs

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop