Habis Rimba Bingung Pencari Kerja

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati. Salah satu yang terpenting adalah hutan hujan tropisnya. Hutan hujan tropis di Indonesia menjadi paru – paru dunia. Sayangnya, menurut data Forest Wath Indonesia (FWI), Indonesia kehilangan hutan hujan tropisnya sekitar 23 juta hektar sejak tahun 2000 hingga 2017. Kerusakan hutan ini diakibatkan adanya pembalakan hutan untuk keperluan lahan konsesi kelapa sawit, pengambilan kayu hutan, atupun berubahnya landscape hutan untuk jalan tambang.

            Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar pastilah sangat besar. Pada tahun 2020 Desa Kinipan di Kalimantan Tengah dihajar banjir besar karena berkurangnya fungsi hutan adat. Hal itu disebabkan karena adanya deforestasi hutan dan penggantian fungsi lahan dari lahan hutan hijau menjadi perkebunan kelapa sawit.

            Adanya banjir yang terjadi pada wilayah disekitar hutan seakan menjadi “lelucon” bagi negeri ini. Hutan yang salah satu fungsinya menyerap air tidak lagi menjalankan fungsinya karena keserakahan sebagian manusia.

            Selain banjir, konflik yang terjadi antara warga Kinipan dengan perusahaan kelapa sawit memicu konflik sosial. Konflik sosial itu terjadi karena warga Kinipan berusaha mempertahankan hutan adatnya dan karyawan perusahaan berusaha membuka lahan untuk perkebunan dengan dalih telah mendapat izin konsesi.

            Adanya konflik ini merepresentasikan pemerintah abai dalam pemberian izin pengolaan hutan kepada perusahaan kelapa sawit. Masyarakat adat seharusnya memiliki kewenangan untuk mengolah dan mengurus hutan adatnya malah tidak diajak bermusyawarah untuk menjadikan hutan adat sebagai lahan konsesi kelapa sawit.

            Peristiwa yang dipaparkan di atas mengakibatkan keresahan bagi penulis sebagai mahasiwa yang nantiya mencari kerja setelah lulus. Bekeja di perusahaan multinasional agrikultur dan eksplorasi kekayaan alam merupakan hal yang membanggakan dan bergengsi di mata masyarakat. Bagi calon menantu, bila telah menjadi pegawai tetap di perusahaan tersebut akan mendapat nilai “plus” dari calon mertua karena dianggap mapan. Begitu pula menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di kementrian lingkungn hidup karena para ASN tersebut pastilah mendapat tunjangan yang relatif besar dari hasil kerjanya.

            Akan tetapi, jika penulis bekerja pada tempat tersebut, penulis berpikir akan menjadi bagian dari orang yang merusak lingkungan meskipun tidak langsung bekerja di lapangan. Lulusan akuntansi diharapkan mampu menjadi seorang profesional akuntan yang handal. Akuntan dituntut mampu memberikan informasi yang menguntungkan perusahaan. Namun, yang serigkali terjadi adalah yang dipikirkan hanya semata – mata keuntungan perusahaan. Pemulihan dampak lingkungan dari hasil usaha cenderung diabaikan dan direncanakan seadanya karena menjadi beban tambahan bagi perusahaan,

            Jika bekerja di tempat lain belum tentu mendapat gaji yang sama besar jika dibadingkan perusahaan yang telah dijelaskan. Disisi lain, kebutuhan hidup akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya usia dan berubahnya gaya hidup. Jika seorang melangsungkan pernikahan, menurut penulis kebutuhan hidup akan semakin meningkat karena ada keluarga yang harus dihidupi. Dalam membentuk keluarga, juga harus diperhitungkan rumah sebagai tempat tinggal, kejelasan terhadap faslitas kesehatan keluarga, tabungan untuk pendidikan anak, dan investasi untuk hari tua.

            Kegalauan ini bisa saja dirasakan oleh orang lain. Dari adanya pikiran ini tercetus pikiran liar penulis jika tidak menikah dan memiliki anak kemungkinan akan menjadi solusi yang baik. Menurut penulis percuma saja menikah tapi terjadi himpitan ekonomi. Memiliki anak tetapi tidak bisa membiayai kehidupan anak tersebut rasanya akan sangat terasa egois. Anak yang seharusnya dibesarkan dengan kasih sayang malah merasakan kerasnya hidup ditambah lagi dengan melihat kerusakan lingkungan. Penulis berharap nantinya jika telah menyelesaikan pendidikan bisa mendapat pekerjaan yang baik tanpa menjadi bagian dari perusak lingkungan dan merugikan banyak manusia lain.

            Sebagai manusia memang sudah berkewajiban untuk mampu mempertahankan kehidupannya. Dengan usaha sendiri menjadikan dirinya aman dan sejahtera merupakan hal yang juga mulia asalkan tidak merusak lingkungan dan merugikan banyak orang. Percuma saja kehidupan dikelilingi barang mewah tapi mempunyai beban mental karena mendapatkan semuanya dengan cara tidak baik.

Dari hal ini, penulis berharap pembaca dapat memikirkan apakah semua hal yang kita dapat dengan cara yang baik, tidak merugikan orang lain dan merusak lingkungan . Penulis berharap, mahasiswa yang katanya “agent of change” mampu dan mau turut andil dalam penanggulangan kerusakan lingkungan seperti deforestasi hutan. Bisa juga penanggulangan kerusakan lingkungan dimulai dengan langkah kecil, seperti membuang sisa makanan ke tempatnya. Hal ini terasa amat susah dilakukan, karena sering kali terjadi mahasiswa meninggalkan bungkus makanan yang menemani mereka berdiskusi. Percuma saja bicara kerusakan lingkungan, perubahan iklim, turun ke jalan dan hal lain, tapi diri sendiri tidak beraksi secara nyata dalam mengurangi kerusakan lingkungan. 

Penulis : Firda Ivana Amelia

Mahasiswi Prodi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Trunojoyo Madura

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop