Berdampingan Dengan COVID -19 : Idul Fitri sebagai Perenungan atau Perayaan  

Idul Fitri merupakan salah satu hari raya umat islam. Orang Indonesia sering menyebut idul fitri sebagai lebaran. Idul Fitri sendiri berasal dari dua kata yaitu id yang aritinya kembali dan fitri yang artinya suci. Dari dua kata tersebut dapat diartikan bahwa idul fitri adalah kembali suci. Dimaksudkan disini kembali suci adalah manusia diharapkan kembali pada fitrahnya dan menjadi lebih baik lagi setelah melakoni ujian pada bulan ramadhan.

Pada lebaran tahun ini, yaitu 1 Syawal 1442 H masih saja kita merayakan Idul Fitri berdampingan dengan Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19). Tentu saja masih terdapat banyak penyesuaian yang dilakukan agar terhindar dari jangkitan virus COVID-19. Virus COVID-19 ini juga membawa banyak dampak sosial yang terjadi di masyarakat sehingga sekejap saja dapat mengubah kebiasaan masyarakat saat melaksanakan lebaran.

Dampak Covid – 19 Dengan Hari Raya

            Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia jika hari raya idul fitri maka akan pulang ke kampung halaman (mudik) untuk bersuka cita dengan keluarga. Namun, akibat kemunculan COVID-19 maka pemerintah memberlakukan larangan mudik demi menghindari penyebaran virus tersebut. Meskipun demikian, masih saja banyak masyarakat yang melanggar peraturan tersebut. Banyak juga yang harus kongkalikong dengan aparat yang bertindak demi bisa berkumpul degan keluarga.

            Peraturan larangan mudik juga dipertanyakan oleh masyarakat terkait ke efektifannya menanggulangi penyebaran COVID – 19. Bukan tanpa alasan, adanya larangan mudik dan masih dibukanya tempat wisata seakan mencermikan kurangnya keseriusan pemerintah dalam mengatasi pandemi ini. Dibukanya tempat wisata akan menimbulkan kerumunan dan bukan tidak mungkin akan menimbulkan klaster baru sehingga makin banyak orang yang terjangkit virus.

            Dari hal ini, menurut pendapat penulis urusan pemberantasan COVID-19 hanya berfokus pada ketuhanan dengan segala pembatasan saat beribadah, pendidikan dengan dilakukannya belajar di rumah, kedekatan maasyarakat untuk menyapa keluarga dan urusan batiniah yang lainnya. Akan tetapi, jika urusan tersebut sudah mencakup kepentingan pemerintah seperti Pemilu maka akan dipermudah perizinannya.

            Perkara kebiasaan masyarakat yang berubah karena kemunculan COVID- 19 tidak hanya itu saja. Pelaksanaan sholat tarawih dan sholat idul fitri dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan yang cukup ketat. Mall dan pusat perbelanjaan justru kebanjiran pengunjung. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita untuk terlihat menarik di hari raya dengan baju baru. Namun, saat pandemi seperti ini keselamatan dan kesehatan bukanlah hal yang patut untuk dipertaruhkan demi terlihat lebih menawan dengan baju baru.

            Baru-baru ini juga masyarakat ramai mempersoalkan Tunjangan Hari Raya Pegawai Negeri Sipil (THR PNS) yang nominalnya dianggap kecil. Kecilnya THR PNS tersebut dikarenakan THR hanya menyertakan gaji pokok dan tunjangan melekat tanpa tunjangan kinerja. Kekecewaan para PNS tersebut berakhir pada diajukannya petisi online yang ditunjukkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Jika dilihat kondisi saat ini, seharusnya PNS harus jauh lebih bersyukur karena masih terdapat THR yang dapat digunakan. Karena pada pandemi seperti banyak orang yang penghasilannya menurun atau bahkan terkena Pemutusan  Hubungan Kerja (PHK). Bagi mereka yang terdampak secara langsung seharusnya lebih mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah ataupun dari kita sendiri sebagai sesama manusia.

Pemaknaan Idul Fitri

            Saat bulan ramadhan sudah dipenghujung akhir seperti sekarang ini dan idul fitri sudah di depan mata, baiknya menjadi ajang intropeksi dan perenungan akan hal apa saja yang telah kita lakukan. Perenungan dapat dilakukan dengan mengingat apa saja kesalahan dan kebajikan yag telah kita perbuat selama ini.

Pada bulan Ramadhan yang bagi kebanyakan orang merupakan bulan keberkahan memotivasi mereka untuk lebih giat beribadah. Pada setiap masjid baik didesa ataupun kota terdengar suara tadarus Al-Qur’an. Tidak hanya itu, kegiatan sosial juga meningkat selama bulan ramadhan ini seperti santunan anak yatim, berbagi takjil, membagikan sembako kepada yang membutuhkan dan sebagainya. Namun, saat bulan ramadhan telah usai apakah hal baik tersebut akan tetap berlanjut ?

Menurut penulis, seringkali kita mengekspresikan bulan ramdhan sebagai bekerja lembur dengan mendapat upah yang lebih banyak. Saat bulan ramadhan kita beribadah dengan khusyu’, berusaha bertaubat, dan menjalin keharmonisan antar sesama umat karena dijanjikan keberkahan yang lebih luas dari pada bulan lainnya. Namun, saat ramadhan jauh meninggalkan kita, kembali lagi maksiatnya. Naudzubillah.

Penulis hanya bisa berharap, semoga kita semua benar-benar mendapat keberkahan dari bulan ramadhan tahun ini. Juga penulis sangat mengharapkan dapat dipertemukan dengan bulan ramadhan di tahun depan.

Aamiin

Penulis : Firda Ivana Amelia

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura.

Program Studi Akuntansi.

seks shop

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop