Burdeh: Asa dari Desa Ditengah Perang Melawan Corona

Burdeh merupakan sebuah ritual membaca doa bersama yang umumnya dilakukan oleh masyarakat desa dalam keadaan dan situasi tertentu. Burdeh biasa dibacakan pada orang yang sakit atau sedang berada dalam sakaratul maut dan dalam keadaan tertentu lainnya seperti meminta pertolongan serta perlindungan pada yang maha kuasa, pelaksanaannya terkadang berbeda-beda disetiap daerah.

Ditengah kepanikan dunia atas serangan virus corona yang saat ini sudah menjadi pandemi global, masyarakat desa mempunyai cara sendiri untuk melawannya. Mereka melaksanakan ritual burdeh, ada yang menyebutnya memagari desa, ada yang menyebutnya selamat desa. Dilaksanakan di sebagian desa-desa di kecamatan Blega Kabupaten Bangkalan dan secara umum dilaksanakan oleh masyarakat desa di seluruh Madura.

Ritual ini dilaksanakan oleh seluruh laki-laki di desa yang berkumpul di titik yang telah ditentukan kemudian dengan dipimpin oleh pemuka agama kampung atau biasa disebut modin, pembacaan doa dimulai. Dari titik yang telah ditentukan mereka berjalan mengelilingi kampung dengan membaca kalimat pujian kepada Allah dan Rasul dengan lantang. Sebagian membawa obor untuk penerangan jalan selain juga agar tidak menghilangkan kesan tradisional dari ritual itu, sebagian lagi membawa pecut yang dikibas-kibaskan sehingga berbunyi seperti petasan, pecut selain sebagai simbol masyarakat desa, mereka percaya dengan mengibaskan pecut seperti itu segala macam balak dan musibah akan menghindar dan takut.

Ritual ini menjadi lebih sakral karena setiap bertemu persimpangan jalan mereka berhenti sejenak dan seseorang mengumandangkan Adzan dengan khidmat, setelah selesai perjalanan dilanjutkan dan seperti itu seterusnya hingga tujuh malam berturut-turut. Antusiasme warga desa dalam melaksanakan ritual ini bisa dibilang sangat tinggi, sebab warga desa di Madura percaya yang mereka lakukan akan menolak semua balak termasuk memagari desanya dari virus corona. Lebih dari itu pelaksanaan burdeh ini hanyalah sebuah simbol, meski hanya diikuti oleh warga desa, doa yang mereka panjatkan adalah untuk keselamatan seluruh bangsa. Karena mereka sadar, anak cucu, kerabat dan keluarga lainnya banyak yang merantau di kota.

Berdasarkan keterangan yang saya gali dari salah satu sesepuh kampung, ritual burdeh seperti ini pernah beberapa kali dilaksanakan, diantaranya saat terjadi serangan penyakit Klera atau biasa kita kenal Kolera dan penyakit cekkel yaitu sebuah penyakit yang katanya dulu pernah meneror warga, penyakit yang satu ini mereka yakini erat hubungannya dengan mistis, banyak yang mengatakan korbannya bisa mati secara tiba-tiba seperti dicekik. Hingga saat ini ketika orang tua menceritakan penyakit tersebut mereka mengatakan bahwa orang yang mati itu karena dicekik oleh mahluk halus sehingga harus dilaksanakan ritual burdeh untuk mengusir balak.

Ada sesuatu yang membuat saya terharu ketika melihat dan mengikuti ritual itu secara langsung, yaitu ketika kebanyakan masyarakat desa membuang jauh-jauh pikiran rasional dan lebih bertumpu pada apa yang mereka yakini. Mereka bahkan tidak merasakan Panic Buying sebab mereka memiliki persedian bahan makanan dari hasil bertani. Mereka tidak pernah takut berlebihan sehingga tidak perlu saling sikut untuk berebut makanan atau apapun demi menyelamatkan diri sendiri.

Saat orang lain berjemur untuk menghindari Corona, warga desa sudah melakukan itu bahkan hampir setiap hari, mereka sehari penuh berada di sawah mereka untuk bertani memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan orang lain. Pemerintah bisa saja menghimbau warganya untuk bekerja dari rumah, tapi beda urusan dengan bertani. Hingga saat ini belum ada pekerjaan pertanian yang bisa dikerjakan dari rumah. Bisa dibayangkan jika para petani ikut-ikutan Lockdown siapa yang akan memenuhi kebutuhan pangan mereka yang bekerja dari rumah. Pemerintah memang menanggung kebutuhan pangan warganya, namun siapa sebenarnya yang menanggung kebutuhan itu? Apakah menteri pertanian dan seluruh stafnya turun ke sawah untuk bertani? Itu sama saja berharap Spongebob, Patrick dan Squidward hidup rukun dalam bertetangga dan Mr. Crab menjadi penyumbang zakat tanpa pamrih di Bikini Buttom. MUSTAHIL.

Masyarakat desa dengan segala keluguan dan irasionalitasnya merupakan elemen penting bagi bangsa dan negara. Doa mereka bukan hanya untuk diri sendiri tapi untuk kesejaterhaan seluruh bangsa. Hasil tani mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan orang-orang di kota. Menimbun makanan ditengah krisis dan banyak orang lain kelaparan adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi. Jika saat ini bekerja sama dengan cara berkumpul bukanlah usaha yang tepat, maka saling berbagi dalam pemenuhan kebutuhan adalah sesuatu yang bijak.

Oleh: Syahroni

Mahasiswa Manajemen Universitas Trunojoyo Madura

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop