Esensi Ideologi Pancasila

Oleh: Laili

hari ini tepat lahir ideologi kita Pancasila, “panca” berarti lima dan “sila” yang artinya dasar. Pancasila merupakan pemersatu bangsa bagi rak republik indonesia atau tidak. Berbicara tentang sejarah, pada 1 Juni 1945 merupakan tonggak penting dalam perumusan dasar negara kita. Meski demikian, kesejarahan Pancasila tidaklah bermula dan berakhir pada saat itu saja. Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang fase pembuahan, perumusan dan pengesahan. Fase pembuahan dimulai sekitar dekade 1920-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antarideologi. Fase perumusan dimulai pada masa persidangan pertama BPUPKI dengan Pidato Soekarno 1 Juni sebagai mahkotanya yang memunculkan istilah Pancasila yang digodok melalui pembentukan Panitia Sembilan yang menyempurnakan rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno dalam versi Piagam Jakarta. Fase pengesahan dimulai sejak 18 Agustus 1945 bersamaan dengan penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Bila kelahiran Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, dan kelahiran Budi Utomo 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional,l. Sangatlah masuk akal tonggak perumusan Pancasila 1 Juni 1945 diperingati sebagai hari lahir pancasila. Lahirnya pancasila tidak hanya pada seremony, jargon dan indoktrinasi, serta narasi tunggal yang memonopoli di era orde baru ini. Maka pancasila harus secara jujur dan terbuka dilaksanakan dan diamalkan oleh segenap elemen masyarakat tanpa terkecuali.

Di luar perkara hari lahir Pancasila, yang terpenting esensi dari Pancasila itu sendiri. Dalam pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, menyebut Pancasila itu dengan istilah “philosophische gronslag” (dasar filsafat) dan “weltanschauung” (pandangan hidup). Filsafat berkonotasi sebagai pemikiran saintifik. Sedangkan Pandangan hidup berkonotasi sebagai pandangan yang relatif lebih personal, eksistensial, dan historis. Kelemahan pembumian Pancasila disebabkan ketidakmampuan kita dalam mengaktualisasikan Pancasila baik sebagai filsafat dan pandangan hidup. Penataran dan sosialisasi Pancasila selama ini berhenti sebagai butir-butir hafalan, tanpa kesanggupan mengembangkan epistemologi Pancasila sebagai paradigma ilmu (filsafat).

Parahnya lagi, berbagai wacana Pancasila dalam lingkungan pengetahuan itu pun, gagal kita budayakan sebagai pendirian hidup dalam kenegaraan, baik dalam kerangka perumusan perundangan dan kebijakan negara maupun dalam perilaku penyelenggara dan warga negara. Akibatnya, Pancasila menjadi miskin teori, miskin perbuatan, tidak ada integritas yang selaras antara ucapan dan tindakan. Seperti halnya masa kini, etika moral para generasi melenial tak selaras lagi dengan sila-sila yang termaktub pada idiologi kita, hanya eksistensi diri yang dikedepankan bukan bakti diri untuk Ibu Pertiwi. Diakibatkan oleh para generasi yang tergerus dalam sisi nigatif globasilasi. Memang benar apa yang dikatakan Bung Karno “beri aku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Bukan sembarang pemuda, yaitu pemuda yang paham dan dapat mengaktualisasikan esensi Pancasila.

Menjadikan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, jangan hanya dijadikan seremonial kosong. Ini harus menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan pendirian hidup bangsa. Hanya dengan cara itulah, kesaktian Pancasila bisa terbukti nyata.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop