Eksistensi Setan

Oleh: Syahroni

Apa yang ada di benak teman-teman sekalian ketika mendengar setan?, Perasaaan seramkah yang terlintas atau justru malu karena diri sendiri tak ubahnya setan?. Menurut pandangan umum setan adalah makhluk ghaib yang tak kasat mata, sekalipun dapat terlihat tak sedikit yang menyesalkan kenapa sampai harus terlihat.

Saya rasa banyak yang belum pernah melihat setan namun dapat membayangkan seperti apa itu setan, bagi yang pernah melihat film pengabdi setan mungkin bayangan setan tidak terlalu jauh dari sosok seram yang ditampilkan di film itu. Namun apakah saat ini setan tetap menyeramkan? Saya rasa tidak, tapi jika hanya mendengar kata setan bukan melihat sosok setannya. Kata setan yang selalu berkonotasi buruk atau menyeramkan sekarang mulai terkikis unsur magisnya. Bagaimana tidak, lah… wong bakso saja sekarang ada yang namanya bakso setan kok, ada juga mie setan. Sebab, rasanya pedas dan membuat orang yang memakannya bercucurn keringat, layaknya ketemu setan. Sehingga dinamakanlah mie dan setan.

Namun, terbukti ketika sebuah makanan diberi nama setan orang-orang jadi penasaran untuk merasakan sensasi memakan makanan yang berbau setan. Alih-alih terlihat seram justru semakin geregetan ingin segera memakannya, tapi apakah yang empunya nama tidak keberatan? Iya, setan. Apakah setan tidak keberatan ketika namanya dijiplak untuk kemudian dijadikan nama sebuah makanan, apakah setan kemudian tidak ada niatan untuk melaporkan tindakan itu sebagai pencemaran nama baik? Mungkin saja setan mempunyai lembaga MKS (Mahkamah Kehormatan Setan) seperti dewan kita yang jika namanya dilecehkan kemudian dengan mudah melaporkan.

Mungkin jika masalah penamaan sebuah makanan, setan tidak terlalu dipersalahkan. Setan tidak terlalu berlebihan seperti manusia, yang kerjaannya melaporkan jika sesuatu yang menyangkut dirinya dilecehkan. Apakah setan sudah kebal dengan yang namanya pencemaran nama baik, jika ada orang yang bertindak jahat dikatakan itu perbuatan setan, semua pekerjaan yang jelek dikatakan pekerjaannya setan. Namun hingga sekarang kita sebagai manusia apakah ada yang sudah menerima surat panggilan atas dasar tindakan tidak menyenangkan terhadap setan? Jika tidak, itu tandanya setan sudah biasa dengan semua itu, meskipun kita tidak tahu apakah setan mau disamakan dengan manusia. Jika melihat asal-usul setan pada saat sang khalik memerintahkannya untuk menyembah manusia, ia tidak mau sebab derajatnya lebih tinggi. Bukah hal itu yang dipermasalahkan, ia (Setan) tidak mau menyembah kecuali kepada Allah SWT. Berbeda dengan manusia yang ibaratĀ arang dalam sekam.

Dewasa ini lagi-lagi nama setan menjadi viral, setelah salah satu politikus kita yang memberikan statement ada dua kubu partai, yaitu partai setan dan partai Allah. Setelah statement itu dilontarkan oleh Amin Rais sontak memunculkan pro dan kontra dari berbagai elemen, mulai dari yang tidak pernah melihat setan hingga yang bekerjasama dengan setan tak terkecuali setan itu sendiri. Bisa saja para setan kaget karena sebelumnya setan tidak pernah terjun ke dunia politik sekarang tiba-tiba mereka diibaratkan partai politik, tentu saja mereka (Setan) kebakaran jenggot karena bingung tidak pernah menjalankan partai.

Bisa saja setan menolak partai setan yang disebut-sebut oleh manusia, tapi tidak menutup kemungkinan mereka juga menerimanya. Jika setan memilih yang pertama yaitu menolak maka tidak akan ada soal, namun apa jadinya jika setan justru menerimanya? Bisa gawat urusannya, A R seolah mengajak setan untuk berduel dalam politik dan parahnya lagi menyediakan senjata lawannya yaitu partai setan. Mungkin dalam kontestasi politik manusia ada diatas angin, tapi lain cerita dalam hal kelicikan dan penyebaran fitnah serta ujaran kebencian, setanlah ahlinya. Jika tanpa partai saja setan sudah bisa dengan lancar menjalaankan aksinya apalagi dengan menggunakan partai, bisa berkali-kali lipat kekuatannya.

Atau A S sudah percaya dengan kemampuan manusia dalam segala perkembangan potensi yang dimiliki, mungkin saja A S berfikir bahwa kelicikan dan keahlian manusia dalam menyebarkan fitnah dan berita bohong sudah mampu menandingi setan. Sehingga persaingan dengan sesama manusia sudah tidak dibutuhkan, harus naik ke level yang lebih tinggi yaitu berkompetisi dengan setan. Jika memang demikian yang difikirkan, alangkah visionirnya politukus kita ini.

Mari kita berbicara jika setan memilih kompetisi politik dengan manusia, mari kita analisa siapa yang berpotensi untuk memenangkan laga tersebut.

Jika dilihat dari segi pengalaman dalam hal menjalankan roda organisasi partai, tentu manusia lebih unggul daripada lawannya yang baru kali ini menahkodai partai, dan persiapan dari kubu manusia juga terbilang lebih matang karena segala keperluannya sudah disiapkan dari jauh-jauh hari, berbeda dengan setan yang diberitahu dadakan bahwa dirinya diibarat bahkan menjadi partai.

Dalam cara mainnya, kedua kubu bisa memainkan strategi taktiknya yang sama. Kalau saja setan mau bermain licik, manusia tidak kalah liciknya. Setan bisa saja menjadikan fitnah dan kabar bohong sebagai andalannya, namun keahlian manusia dalam hal itu juga tidak bisa diragukan, manusia sudah banyak latihan dengan memfitnah dan memberikan kabar bohong ke sesama manusianya, oleh karena itu skillnya semakin mempuni dan tidak bisa dipandang setengah mata, bahkan melebihi setan.

Tentu bukan hanya dua variabel itu yang bisa kita jadikan patokan untuk mengukur kekuatan dari kedua kubu, masih banyak yang perlu dipertimbangkan. Mungkin besok atau lusa salah satu lembaga survei akan merilis elektabilitas dari masing-masing kubu. Kita tunggu saja, sampai kapan? Ya tunggu saja. Jika hingga pemilu 2019 belum juga ada artinya setan tidak mau meladeni manusia atau setan merasa tidak mampu meladeni manusia.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop sex shop